KUHAP Baru Dinilai Perkuat Mekanisme Kontrol Penyidikan, Bukan Perluas Kekuasaan Polisi

33
Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman, mengatakan dalam KUHAP terbaru, tindakan penyitaan dalam keadaan mendesak wajib mendapatkan persetujuan ketua pengadilan paling lambat lima hari kerja.(foto.ist)
Advertisement

Jakarta, Trimediasultra.com – Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menegaskan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru disahkan DPR bukan ditujukan untuk memperluas kewenangan aparat penegak hukum, melainkan memperjelas batasan, prosedur, serta mekanisme kontrol terhadap penyidikan.

Pernyataan itu sekaligus menjawab polemik publik mengenai klausul “keadaan mendesak” dalam penggeledahan, penyitaan, dan pemblokiran data tanpa izin pengadilan pada tahap awal proses hukum.

Menurutnya, ketentuan tersebut bukanlah hal baru karena telah ada di KUHAP lama yang berlaku sejak 1981.

“Jadi ini bukan pasal baru yang tiba-tiba muncul. Justru sekarang pengaturan lebih jelas, ada batas waktu dan ada sanksinya,” ujar Habib dalam podcast EdShareOn yang tayang Rabu, 3 Desember 2025 dikutip Jumat.

Dalam KUHAP terbaru, tindakan penyitaan dalam keadaan mendesak wajib mendapatkan persetujuan ketua pengadilan paling lambat lima hari kerja. Jika melewati tenggat atau tidak sesuai syarat, tindakan tersebut dapat digugat melalui pra peradilan.

Habib menilai mekanisme ini menjamin hak masyarakat tetap terlindungi.

“Pra peradilan yang akan menguji apakah tindakan aparat memenuhi unsur keadaan mendesak. Kalau tidak memenuhi unsur, bisa dibatalkan,” katanya.

Salah satu poin baru yang disebut Habib “revolusioner” adalah adanya aturan sanksi bagi penyelidik maupun penyidik yang dinilai melanggar prosedur.

Sanksi dapat berupa administratif, etik, hingga pidana apabila aparat salah menafsirkan atau menyalahgunakan dasar keadaan mendesak.

“Ini justru penguatan akuntabilitas yang selama ini tidak ada dalam KUHAP lama,” ungkapnya.

Terkait anggapan bahwa KUHAP baru menjadikan polisi lembaga superpower, Habib menyebut KUHAP hanya menyesuaikan struktur penegakan hukum sesuai amanat Pasal 30 ayat 4 UUD 1945.

Ia menekankan bahwa penyidik utama tetap kepolisian, tetapi KUHAP juga membuka ruang bagi penyidik dari lembaga lain dengan dasar hukum yang lebih jelas.

Habib mengimbau masyarakat mengikuti pembahasan dan membaca dokumen resmi sebelum menyebarkan informasi keliru.“

Regulasi ini terbuka di situs DPR. Jadi kritik boleh, tapi harus berbasis data dan teks undang-undang,” ucapnya.

KUHAP baru disahkan DPR pada 18 November 2025 untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 yang telah berlaku selama 44 tahun. Pemerintah dan DPR menilai pembaruan regulasi diperlukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan teknologi, sistem pembuktian, dan pengawasan penyidikan.(Adm/M2) 

Facebook Comments Box